Haisimo | Simple and Modest Life

Try to share anything through my simple and modest life

  • Home
  • ABOUT LIFE
  • HEALTH
  • LIFESTYLE
  • MOTIVATION
  • REVIEW
  • TIPS
  • TRAVEL

ABOUT

TIPS

Contact


Meme lomba menulis tentang naskah penuh typo tapi tetap bisa diterbitkan

Sudah lama banget aku nggak nulis cerpen. Tapi suatu hari, sahabatku mengirim link ke suatu lomba menulis yang pesertanya harus berkriteria tertentu yang tidak bisa dia ikuti.

Awalnya aku nggak begitu tertarik ikut. Tapi nggak tahu kenapa, tiba-tiba aku merasa ada dorongan buat ikut. Jadilah otak penulis cerpenku yang udah karatan ini berontak.

Tapi karena aku udah bertekad buat ikutan, maka segala daya dan upaya aku kerahkan, wkwkw. Dan akhirnya selesai. Aku kirim mepet deadline. Lagian, masa pengumpulannya juga cukup singkat, sekitar sepuluh hari.

Dan bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-80, muncul juga itu pengumuman. Penulis-penulis terpilih yang karyanya akan dibukukan menjadi buku kumpulan cerpen dan akan dipajang di perpustakaan.

Aku nggak menang? Aku nggak syok. Kecewa sedikit, but it's ok. Dari awal nulis aku juga nggak yang berpikir harus menang. Yang kalau kalah, dunia bakalan langsung kiamat atau aku bakal depresi.

Nggak. Aku juga tahu diri. Aku sudah lama banget nggak nulis cerpen. Dan yang bisa nulis di dunia ini bukan cuma aku doang.

Tapi apakah yang bikin aku syok?

Bukan karena cerpenku nggak lolos untuk dibukukan jadi antologi. Tadi aku sudah sebutin. Tapi karena salah satu cerpen yang lolos adalah cerpen yang menurutku nggak layak untuk itu.

Darimana aku tahu? Ya karena aku pernah baca cerpen itu!

Kilas balik dua pekan sebelumnya

Jadi setelah ngirim cerpenku waktu itu, aku ingin lihat cerpen-cerpen lain yang juga dilombakan.

Karena cerpen itu harus diunggah ke platform penyelenggara, maka pasti kelihatan karya-karya lain. Hanya tinggal klik tagarnya, maka muncullah cerpen-cerpennya. 

Aku lihatin satu-satu. Baca judul dan sinopsisnya. Nyari yang kelihatan menarik buat dibaca. 

Dari lebih dari 150 cerpen yang masuk, aku tertarik buat buka dua cerpen (tidak termasuk cerpenku sendiri). Dan dari dua cerpen itu, yang jadi kubaca hanya satu.

Judul? Menarik. 

Gambar? Oke. 

Sinopsis? Lumayan. 

Topik? Justru ini yang bikin aku tertarik.

Tapi tidak lama setelah membaca, aku mulai ngerasa agak aneh. Narasi yang agak terburu-buru, tipo dimana-mana, dan cerita yang quite poorly executed. Bahkan agak nggak masuk akal. Cara eksekusi ceritanya mirip dengan penulis yang terbiasa nulis genre romance menye-menye atau nulis fanfiksi yang tidak masuk akal. 

Atau bahkan tidak disunting atau disunting seadanya saja? Mungkin saja.

Ya, saya super kecewa

Menurutku ide cerita cukup bagus dan menarik. Hanya saja, ada hal-hal tadi yang aku sebutkan yang menurutku jadi tidak layak untuk diterbitkan.

Aku jadi bertanya-tanya, apakah semudah itu menulis ecek-ecek lalu hasilnya bisa menang dan diterbitkan? Apakah kualitas literasi zaman sekarang seperti itu? Yang kutahu, dimana-mana, yang menang lomba pastilah punya kualitas yang layak.

Meme lomba menulis tentang juri yang memilih karya penuh typo
Lomba menulis penuh typo, kok bisa lolos? 😂

Rasa kecewa itu datang bukan karena alasan. Selain karena karya penulis bersangkutan yang menurutku nggak layak, juga karena:

  1. Ajang ini diselenggarakan oleh perpustakaan besar.

  2. Bekerjasama dengan satu komunitas dari perusahaan yang sangat terkenal dan besar di Indonesia.

 

Ngomong-ngomong soal rasa kecewa, aku jadi teringat pada satu buku yang pernah kubaca. Kamu bisa mampir ke review singkat buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring karya dr. Andreas Kurniawan. Mungkin kamu juga bakal relate.


Mungkin ada segelintir dari kalian yang ngebatin: Lah elu sendiri bisa apa? Karyanya sendiri nggak lolos, tapi sok ngritik karya orang lain!

Loh, justru karena aku nggak lolos, jadi aku berekspektasi karya yang lolos lebih bagus dari karyaku, dong.

Aku nggak menganggap diriku sombong dan tidak menghargai karya orang lain. Hanya saja, aku yang sudah punya minat di dunia kepenulisan sejak kecil, rasanya sudah cukup tahu mana tulisan yang kualitasnya layak atau tidak. Dan rasanya juga nggak butuh sekelas penulis peraih Nobel sastra buat bisa menilai.

Apalagi aku ini Grammar Nazi hahaha. Jadi nggak rela ajaaaa. It's okay aku nggak lolos, tapi boleh dong aku berekspektasi kalau karya yang lolos memang benar-benar layak?

Gimana bisa cerpen yang poorly executed dan deserved to be arrested by the grammar police bisa lolos? ðŸ¤”

Harapan

Aku nggak menyalahkan si penulis cerpen yang lagi kubicarakan ini. Siapa pun berhak ikut lomba apa pun selama memenuhi syarat yang ditetapkan.

Nah, buat pihak-pihak yang terlibat dengan kelolosan cerpen itu, mungkin kalian baca ini. Walau aku kecewa, tapi (tolong) jangan jadikan ini sebagai serangan. 

Jujur saja aku masih bingung kenapa cerpen seperti itu bisa diloloskan. Nggak adil, nggak sih? Apa iya kualitas karya yang dibukukan nggak ada bedanya dengan cerita di Wattpad yang tujuannya cuma buat senang-senang?

Meme lomba menulis tentang naskah typo yang bisa lolos antologi
Ikut lomba menulis ternyata nggak perlu rapi gaes, typo parah aja bisa lolos antologi

Well, tapi setidaknya aku jadi tahu: yang bersinar belum tentu bagus, dan yang tidak bersinar, belum tentu lebih tidak bagus.

Terus terang, aku menyesal pernah baca cerpen itu. Tapi ada hikmahnya, sih. Kalau saja saat itu aku nggak baca cerpen itu, aku nggak bakal tahu kualitas juri lomba ternyata bisa begini ðŸ™ƒ

Setahun sudah (lebih bahkan) aku berusaha move on dari suatu kegagalan. Ini tidak mudah. Ini lebih berat dari yang kubayangkan sebelumnya.

Lagu-lagu yang dulu kudengarkan untuk membuatku bahagia, sekarang sudah tak pernah kudengarkan lagi. Bahkan mendengar sekilas dari YouTube saja sedih sekali. Air mata keluar. Aku tidak tahu kapan aku akan siap dan mau mendengarkannya lagi.

Aku masih menganggap mereka bagus dan indah, tapi bukan berarti bisa membuatku senang. Tidak lagi. Tidak seperti dulu.

Aku tidak tahu kapan aku siap mendengarkan mereka lagi. Atau bahkan bakal mendengarkan lagi di masa depan. Memikirkannya saja sudah membuatku sedih. Aku juga tidak sanggup menulis apa judul-judul lagu tersebut di sini.


Daftar isi
Seorang pria gadis yang melalui duka dengan mencuci piring
Menyusun puzzle dengan benar untuk melanjutkan hidup
Yuk, pindahkan kepingan puzzle kita ke tempat yang benar

Aku cuma sanggup bercerita ke satu orang sahabatku. Aku terlampau malu dan merasa bodoh. Bahkan untuk mulai bercerita ke dia saja butuh waktu berbulan-bulan untuk mau terbuka. Walau di obrolan telepon kenyataannya dia tidak menghakimi. Dia langsung menasihati.

Walau sebenarnya aku tidak begitu membutuhkan nasihat karena cuma pingin didengar, aku menghargainya. Aku yakin dia bermaksud baik. Lagipula, hanya dia tempat aku menceritakan hal ini. Satu-satunya. Lagi, aku terlalu malu untuk menceritakan ini bahkan kepada keluargaku sendiri.

Seorang pria gadis yang melalui duka dengan mencuci piring

Lalu sesuatu yang tidak kusangka terjadi. Suatu hari aku mendapatkan paket dari toko online. Dari toko buku. Aku bertanya-tanya, karena aku sedang tidak pesan apa pun saat itu. 

Waktu kubuka, ternyata isinya dua buku. Topiknya sangat reflektif. Salah satu buku itu berjudul Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring. Penulisnya adalah dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ. 

Rekomendasi buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring, panduan reflektif untuk proses move on dari duka dan patah hati.
Buku reflektif ini bantu kamu move on dengan lebih tenang.
Simak review singkat Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring di artikel ini.

Waduh, nggak salah lagi, ini pasti sahabatku yang ngirimin. Seketika aku terharu. Rupanya dia begitu peduli. Aku nggak menyangka sama sekali dia bakal membelikan buku buat aku. Niatku, aku bercerita ke dia cuma ingin curhat, karena aku merasa terbebani dan cuma dia tempat aku berani cerita.

Baca juga: Cookie Jar untuk Mengatasi Depresi

Buku ini secara eksplisit memang menceritakan soal duka kehilangan karena orang terdekat meninggal, tapi buku ini kurasa lebih dari itu. 

Buku ini cocok dibaca oleh siapa pun yang sedang sedih. Bukan hanya karena kehilangan seseorang, tapi juga mungkin hewan peliharaan, kehilangan kesempatan, kehilangan pekerjaan, dan patah hati lainnya. Intinya tentang kehilangan dan rasa duka.

“Cuci piring itu seperti berduka. Tidak ada orang yang suka melakukannya, tapi pada akhirnya, seseorang harus melakukannya.”      — dr. Andreas Kurniawan

Kutipan ini menohok sekali. Membuatku sadar, mungkin memang ini saatnya aku harus menghadapi rasa sakit ini, bukan terus menghindar.

Menyusun puzzle dengan benar untuk melanjutkan hidup

Ada salah satu bagian dari buku ini yang membuat aku merenung, yaitu tentang puzzle.

Ibarat puzzle, hidup kita ini terdiri dari kepingan-kepingan. Ada kalanya kita salah dalam menaruh potongan puzzle. Kita tidak menaruhnya di tempat yang tepat.

Ketika kita menyadari telah menaruh potongan di tempat yang salah, apa yang akan kita lakukan?

Yap. Benar. Kita akan mengambil lagi potongan tersebut, berpikir seharusnya ditaruh di mana, lalu meletakkannya di tempat yang seharusnya. Memang akan butuh lebih banyak waktu untuk itu, tapi toh biasanya kita tetap akan melakukannya.

Bagaimana kalau kita biarkan saja? Bisa. Bisa saja kita memaksakan untuk menaruh potongan-potongan di tempat yang tidak seharusnya. Tapi apa yang akan terjadi?

Baca juga: Apakah Selama Ini Aku Sombong?

Puzzle akan terlihat jelek. Bahkan tidak terselesaikan dengan baik karena pasti ada potongan-potongan lainnya yang terdampak. 

Dari hanya satu potongan yang terlihat jelek, menyusul potongan-potongan lainnya. Bukan hanya bikin terlihat jelek, tapi juga tidak terlihat sebagaimana harusnya.

Nah, itulah analogi dari bagian yang tak menyenangkan yang terjadi dalam hidup. 

Kita memaksakan apa yang lebih kita inginkan terjadi pada hidup. Kita memaksakan satu potongan puzzle itu untuk pas di suatu tempat yang kita inginkan, padahal bukan di situ tempatnya. 

Tempat itu adalah milik potongan puzzle yang lain. Dan potongan puzzle yang kita paksakan itu akan lebih tepat jika ditaruh di tempat lain. 

Mungkin saat ini kita menganggap bahwa hal yang kita inginkan itu harus ada di tempat yang kita tentukan. Mungkin saat ini kita melihatnya bagus-bagus saja, tidak terlihat jelek ada di tempat tersebut.

Namun jika kita mau ‘mengalah’ dan membiarkan hal yang seharusnya terjadi agar terjadi, saat itulah kita bisa melihat keindahannya. 

Filosofi puzzle untuk melanjutkan hidup: ilustrasi visual dari analogi move on dalam buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring.
Hidup itu seperti puzzle. Move on dimulai dari menata ulang kepingan yang salah tempat.

Potongan puzzle tersebut terlihat lebih bagus dan cocok di tempat barunya. Dan tempat puzzle yang tadi terlihat lebih pas dimasuki potongan puzzle yang lain. 

Tanpa memaksakan apa pun. Kita memberi tempat untuk sesuatu di tempat yang sudah seharusnya. Dan bergerak memberi tempat untuk sesuatu yang lain.

Yuk, pindahkan kepingan puzzle kita ke tempat yang benar

Bagi kamu yang sedang berjuang melewati duka, aku berharap kedukaan kamu bisa segera teratasi.

Karena jujur saja, sampai sekarang aku belum bisa sepenuhnya melewati duka ini. Aku masih belajar. Jadi aku nggak akan kaget kalau kamu juga merasa ini masih terlalu berat untuk dilewati.

Aku paham. Dan menurutku ini manusiawi. Proseslah perasaan kalian dengan baik dan perlahan jika memang tidak bisa cepat. 

Kalau kamu merasa stuck, mungkin kamu bisa mulai dari hal kecil. Baca review buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring, baca bukunya langsung, atau tuliskan perasaanmu. Bisa juga mulai dengan mencari tips biar cepat move on dari hal-hal sederhana di sekitarmu.

Ilustrasi harapan dan pertumbuhan untuk membantu proses move on dari kehilangan, inspirasi dari buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring.
Move on itu proses—pelan tapi penuh harapan. 🌱 Yuk mulai dari hal kecil.

Yang penting kamu memiliki keinginan untuk merasa lebih baik dan sedang bergerak ke arah situ. Namun jika tidak, aku sangat berharap kamu bisa segera mencari pertolongan profesional.

Anyway, filosofi puzzle tadi cukup membantuku untuk mencerna keadaan. Mungkin sekarang kita ogah-ogahan menempatkan satu kepingan di tempat yang seharusnya, itu tak masalah. Kita semua tahu kalau move on itu butuh proses.

Satu yang perlu kamu tahu: Begitu kamu sudah menempatkan satu kepingan itu di tempat yang seharusnya, maka tempat yang sekarang kosong akan ada yang mengisi. Dan kali ini, insya Allah, akan ditempati oleh kepingan yang seharusnya.

Dan ketika itu terjadi, maka keseluruhan puzzle kita akan terlihat lebih, lebih cantik atas izin Tuhan.

Masya Allah…

Katanya, seseorang diberi cobaan karena ada maksud di balik itu.

  • Agar membentuk mental yang lebih kuat.
  • Agar jadi lebih bijak.
  • Agar instrospeksi diri.

Dan mungkin ada maksud-maksud lainnya.

Walau kurang nyaman, tapi introspeksi diri ini memang nyata dan perlu. Ketika aku diberi satu cobaan yang sampai saat ini masih aku pertanyakan mengapa, aku awalnya tidak mau introspeksi diri.

Cookie jar. 

Beberapa waktu lalu, lupa karena apa, dan tentang topik apa, dua kata ini terbaca oleh mataku. Dan ketika aku membacanya, aku tiba-tiba mengaitkan ini dengan kejadian bertahun-tahun lalu.

Aku sempat menulis tentang kejadian itu di sini. Singkatnya, waktu itu aku kena depresi ringan. Aku cuma menyebutkan kalau penanganan yang kulakukan hanya mengurangi main ponsel dan media sosial. Yang sebenarnya, aku melakukan lebih dari itu.

Aku tetap salat tentu saja (walau suka nangis-nangis sendiri selama salat) dan itu menjaga aku tetap waras dan terjaga dari hal yang tidak-tidak. Dan hal lain yang kulakukan, dan akan menjadi topik kali ini adalah, suatu metode yang bisa dinamai 'cookie jar'.

Jujur saja waktu itu aku tidak memberi nama apa pun untuk metode ini. Aku cuma pernah dengar bahwa mencari hal positif atau merasa bersyukur dalam hidup bisa membawa perdamaian, jadi aku mau coba melakukan.

Kebetulan aku punya toples kaca bekas saus bolognese (lebih besar sedikit dari toples selai) yang belum aku buang. Entah kenapa, itu toples masih aku simpan walau isinya sudah habis. Jadi aku cuci dan simpan, barangkali ada gunanya (eh ada dong ternyata!).

Jadi misiku adalah, di akhir hari, aku menulis sepuluh hal yang berlalu dengan baik atau hal yang aku syukuri hari itu. Dengan kondisi depresi, tentu saja itu cukup sulit. Tapi aku bertekad mencoba, dan akhirnya aku bisa menulis daftar itu meski dengan hal-hal remeh. 

Contohnya, 

Hari ini aku minum kopi, enak deh.

Atau, 

Tadi aku mengantar saudara untuk kontrol ke klinik. Semoga dia cepat sembuh...

Aku nulis itu di kertas binder berwarna-warni yang ada garis-garisnya itu. 

Setelah cukup sepuluh daftar, aku baca ulang sambil bersyukur.

Kemudian aku potong kertas itu per daftar, jadi aku punya sepuluh potongan. 

Potongan-potongan itu lalu aku lipat-lipat sampai kecil, terus dimasukkan ke toples. Setelah itu tutup. Nggak lupa tutupnya diberi pita bekas buket bunga wisudaku sebelumnya hahaha. Pokoknya diusahakan proses itu semenarik dan semudah mungkin agar bisa konsisten dilakukan.


Nggak butuh lama, perasaanku membaik. Tidak langsung sembuh tentu saja, tapi bertahap.

Aku jadi merasa makin optimis. Sebelumnya aku memang optimis aku nggak akan terjebak kondisi ini dalam waktu lama, tapi ketika ada bukti nyata begini, aku jadi lebih optimis lagi.

Nah, seperti yang aku ceritakan di awal, beberapa waktu yang lalu aku membaca kata-kata 'cookie jar' ini. Aku tiba-tiba teringat sama metodeku yang satu itu, dan sekarang memutuskan untuk memberi nama metode itu 'cookie jar'. 

Kenapa? Karena potongan-potongan kertas yang aku masukkan ke toples itu merepresentasikan biskuit. Sesuatu yang manis dan menyenangkan, dan bisa menyembuhkan suasana hati yang buruk.

Semoga tips ini berguna dan kalian sehat selalu, ya!

Baca juga: Menyusun Puzzle dengan Benar untuk Melanjutkan Hidup

Sebagai seorang perantau, aku awalnya bertanya-tanya, bagaimanakah nasib motorku yang berplat kota asal ketika sudah saatnya diganti? Apa aku harus pulang membawa motor dan mengurusnya di kota asal? Atau malah mengurus mutasi motor dari kota asal ke kota perantauan dan mengganti kode lokasinya? Kalau dipikir-pikir, itu sepertinya rumit dan memakan biaya besar.


Lalu aku cari informasi di internet, dan dapatlah hasilnya. Untuk mengurus ganti plat kendaraan lima tahunan beda kota itu bisa pake banget. Tak perlu pulang kampung, bawa motornya, dan mengurus di sana. Tidak perlu pula mengurus mutasi kendaraan. Yang dilakukan adalah meminta cek fisik kendaraan di samsat terdekat dengan lokasi saat ini. Setelah itu, tinggal mengirimkan berkas ke kota asal dan minta keluarga di sana untuk mengurus. Dengan begitu kode lokasi kendaraan akan tetap sama dan memangkas waktu dan biaya.

Nah, aku kemarin mengurus di Samsat Jakarta Utara dan Pusat. Ketika masuk areanya, tinggal ikuti saja petunjuk arah. Kalau masih kurang jelas, bisa tanya sama mas-mas penjaga palang parkir di mana tempat cek fisiknya. Tahap-tahap pengurusan sendiri sebagai berikut:

  1. Parkir motor di dekat tempat cek fisik. Tempatnya di depan masjid.

  2. Ke "Loket Pendaftaran" untuk ambil formulir cek fisik. Bilang saja mau cek fisik bantuan.


    Pastikan bawa pulpen sendiri untuk isi formulir biar hemat. Kalau tidak, bisa beli di tempat foto kopi seharga lima ribu rupiah.

  3. Setelah isi formulir, pindahkan motor ke tempat cek fisik langsung. Lalu antri dan tunggu petugas menghampiri. Serahkan formulir ke petugas cek fisik.

  4. Setelah selesai, bawa motor ke tempat parkir lagi.

  5. Bawa formulir ke loket pendaftaran yang pertama. Serahkan, tunggu nama dipanggil.

  6. Tak begitu lama, nama dipanggil. Oh ya, aku waktu itu datang ketika nggak rame-rame banget. Lumayan, tapi cenderung tidak antri. Sudah selesai tahapnya di sini. Formulirnya tinggal kirim ke daerah asal.

Oh ya, proses ketika bantuan cek fisik tak perlu fotokopi apa-apa, hanya perlu bawa STNK asli. Juga tidak perlu bayar apa-apa (paling bayar parkir doang). Proses di atas makan waktu kurang lebih setengah jam.

Lalu apa saja yang perlu dikirim ke kota asal?
Kertas hasil cek fisik, STNK asli, KTP asli, BPKB asli, dan surat kuasa.

Untuk Samsat Jakarta Utara dan Pusat, per saat ini jam bukanya sebagai berikut:

Senin-Kamis: 08.00-15.00 (istirahat 12.00-13.00)
Jumat: 08.00-15.00 (istirahat 11.00-13.00)
Sabtu: 08.00-12.00
Ahad libur


Semoga artikel ini bermanfaat dan urusan para pembaca sekalian dilancarkan, ya.

Once there lived a china rabbit named Edward Tulane. The rabbit couldn't move or speak, but he could watch and listen, and he was very pleased with himself and his owner and his house. And then, one day, he was lost.


---------------------------------------------------------------------

Judul: The Miraculous Journey of Edward Tulane
Penulis: Kate DiCamillo
Bahasa: Inggris
Penerbit: Candlewick Press
Ilustrator: Bagram Ibatoulline
Tebal: 210 halaman

                                            

Halo, kembali lagi membahas tentang buku. Kali ini yang mau diresensi adalah buku berbahasa Inggris. Sebenarnya ada yang versi bahasa Indonesia, namun kebetulan yang aku baca yang versi bahasa Inggris.

Awal mula aku membaca buku ini karena penasaran. Suatu hari aku nemu tulisan di Quora yang merekomendasikan buku ini sebagai buku yang bagus. 

Ketika aku baca garis besar ceritanya, aku langsung tertarik. Jadilah ketika ada kesempatan beli buku di Periplus, aku membelinya di situ.

Sama seperti resensi buku sebelumnya, Tuck Everlasting, buku ini juga buku anak-anak. Tampaknya memang genre ini jadi favoritku, ya. 

Eits, tapi bukan berarti aku orangnya kekanak-kanakan, ya. Aku cuma suka cerita yang sederhana, tanpa memakai bahasa yang nyastra dan mendayu-dayu, tapi tetap punya pesan yang bagus. 

Itu kenapa aku tidak suka puisi, karena aku tidak suka gaya bahasanya, hehe. Dari dulu aku tak pernah suka puisi, baik membaca atau menulis.

Tapi ini hanya preferensi pribadi aja, ya. Karena banyak orang yang menganggap orang yang suka cerita fiksi pasti juga suka puisi.

Aku coba menulis resensi yang dibagi dalam beberapa bagian di bawah ini.


Cerita

Buku ini bercerita tentang boneka kelinci porselen yang bagus, dimiliki oleh gadis kecil yang menyayanginya, namun boneka yang bernama Edward itu tidak punya perasaan serupa. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri.

Seperti yang diketahui dari sinopsis, suatu hari Edward hilang. Ia terpisah dari pemiliknya. 

Dari sinilah petualangan hidup Edward dimulai. Ia berpindah-pindah pemilik dalam waktu lama. Ia akhirnya belajar mencintai dan juga belajar tentang kehilangan.

Layaknya manusia yang mempunyai kesalahan, perubahan sifat Edward juga butuh proses sampai akhirnya ia menjadi kelinci yang bisa mencintai. 

Bahasa

Seperti yang aku sukai dari buku anak-anak, buku ini pakai bahasa yang sederhana. Cocok dibaca anak-anak. Tapi mungkin jika dibaca anak-anak, mereka membacanya sambil lalu kali, ya. Pokoknya paham ceritanya saja. 

Padahal kalau dibaca orang dewasa, dan direnungkan baik-baik, kata-kata yang dirangkai penulis mengandung pesan yang relevan bagi orang dewasa juga. 

Dari segi tata bahasa, ini mungkin kali pertama aku membaca buku berbahasa Inggris yang tidak terpaku pada tata bahasa resmi. Aku tidak tahu seberapa familiar hal seperti ini di literatur berbahasa Inggris, tapi seingatku ini pertama kalinya aku menjumpai yang seperti ini. 

Tapi ini mungkin saja terjadi sih, sebab yang seperti ini terletak di dialog-dialognya. Dialog kan tidak harus pakai bahasa baku.

"Oh, Lawrence, you brung me a rabbit!"

atau

"...He says she don't need nothing because she ain't gonna live. But he don't know."

Coba bagian mana yang janggal?

Visual

Kalau sudah menerbitkan buku, apalagi penerbit mayor, memang harus ya untuk benar-benar memerhatikan visual. Mulai dari sampul sampai jenis huruf, jarak antar huruf, sampai tata letak.

Nah, untuk buku ini sangat memenuhi semuanya. Apalagi jika untuk buku anak-anak seperti ini, harus dipilih huruf yang menarik dan tidak bikin sakit mata serta jarak antar huruf yang tidak rapat. Kertasnya juga bagus dan tebal. 

Lalu, jika dibandingkan dengan buku polos tanpa ilustrasi, kebanyakan orang bakal pilih mana? 

Kukira buku dengan ilustrasi lebih diminati, apalagi buku untuk anak-anak.

Ilustrasi pula mendukung bagaimana cerita itu berjalan. Ketika membaca buku, pasti pikiran kita dengan sendirinya berimajinasi bagaimana seandainya cerita itu benar terjadi. Bagaimana rupa tokohnya, bagaimana suasananya, bagaimana penampakan rumahnya, dan lain-lain.

Sejauh aku baca buku yang ada ilustrasinya, tak ada satu ilustrasi pun yang gagal membawaku berimajinasi. Bagram Ibatoulline sukses memberikan ilustrasi-ilustrasi yang top punya, bahkan bisa membuatku tersentuh.

Beberapa ilustrasi dari buku ini


Tokoh dan penokohan

Cerita ini berpusat pada Edward dan selalu diceritakan dari sudut pandang Edward (sudut pandang orang ketiga). Karena itulah penokohan Edward yang terasa paling kuat. 

Tapi kalau ditanya siapa karakter favoritku? Aku tak punya. 

Tapi tokoh Pellegrina cukup misterius bagiku. Pellegrina adalah nenek Abilene, pemilik Edward yang diceritakan di awal buku. Dialah yang memberikan Edward pada Abilene sebagai hadiah ulang tahun. 

Nah, tampaknya Pellegrina tahu sifat Edward yang tak punya cinta pada siapa pun itu. Ia seperti tahu bahwa Edward adalah kelinci yang tinggi hati. 

Suatu hari Pellegrina bercerita pada Abilene sebelum tidur tentang seorang putri yang dikutuk jadi babi hutan karena tidak mencintai siapa pun. Dia menceritakannya seakan menyindir Edward. 

At this point in her story, Pellegrina stopped and looked right at Edward. She stared deep into his painted-on eyes, and again, Edward felt a shiver go through him.

Pellegrina took Edward from Abilene. She put him in his bed and pulled the sheet up to his whiskers. She leaned close to him. She whispered, "You disappoint me."

Dan di bagian lain buku, ketika Edward sedang dengan pemiliknya yang lain, ia melihat sesosok wanita tua di suatu tempat. Edward menganggap orang itu adalah Pellegrina, karena tatapan matanya yang dalam, dan anggukan kepalanya. Itu kenapa sosok Pellegrina misterius bagiku.

Namun semua yang muncul di cerita ini punya kesan sendiri-sendiri, terutama yang tidak muncul sambil lalu, seperti para pemilik Edward. Mereka punya latar belakang sendiri-sendiri yang menjadikan kisah Edward bersama mereka unik dan berkesan.

Pesan moral

Sering kita temui, di mana orang yang mengalami kesusahan, jika dipikir-pikir, mungkin saja di masa lalu ia melakukan kesalahan. 

Sering kita ini butuh 'ditegur' oleh Tuhan atas kesalahan-kesalahan di masa lalu. Dengan begitu kita jadi tersadar dan akhirnya memperbaiki hal-hal yang harus diperbaiki. 

Dalam hal ini, tentu saja pada Edward. Ia yang awalnya tak peduli pada orang lain, sejak hilang dan terpisah dari Abilene yang mencintainya, jadi tahu apa itu cinta. Di saat ia berada dalam situasi susah, orang-orang tetap memberinya cinta seperti Abilene. 

Inilah yang sering kita lupakan. We tend to take many things for granted. Banyak hal-hal yang terlihat sepele hingga kita lupa untuk bersyukur. Ketika mengalami kehilangan, baru kita tersadar.

Relasi dengan dunia nyata

Seiring aku membaca buku ini, aku merasa buku ini sangat relate dengan dunia nyata. Betapa banyak peristiwa dalam hidup manusia yang serupa ini. Banyak hal berharga yang begitu saja terlewat dalam hidup yang belum sempat kita apresiasi. 

Sebut saja waktu. Menyia-nyiakan waktu akan terasa menyakitkan ketika kita sudah berada di masa depan dan merasa kita harusnya lebih bisa memanfaatkan waktu dengan baik. 

Begitu juga hubungan dengan orang-orang yang kita sayangi dan menyayangi kita. Kita baru merasa kehilangan ketika orang tersebut sudah tidak ada. 

Begitu juga kesehatan. 

Bahkan napas kehidupan yang masih kita punya sekarang. Ketika manusia sudah mati, dari kacamataku sebagai orang beragama, akan ada saat-saat ia menyesal mengapa ketika masih hidup di dunia tidak melakukan ini-itu.


Kesan

Buku ini salah satu buku terbaik yang pernah kubaca. Aku bersyukur pernah menemukan tulisan yang merekomendasikan buku ini. 

Buat yang merekomendasikan, terima kasih banyak, ya! Buku ini sukses meninggalkan kesan besar di hatiku. 

Jadi, apa kamu sudah pernah membaca buku ini? Bagaimana kesan kamu? Atau belum pernah, tapi berniat membaca?

Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Navigating life as an introvert. I'm not extraordinary, yet try to share anything through my simple and modest life.

FOLLOW ME

I’m a Certified Impactful Writer

must read

  • Lomba Menulis yang Bikin Kecewa: Kualitas atau Keberuntungan?
    Lomba Menulis yang Bikin Kecewa: Kualitas atau Keberuntungan?
  • Menyusun Puzzle dengan Benar untuk Melanjutkan Hidup
    Menyusun Puzzle dengan Benar untuk Melanjutkan Hidup
  • Resensi Buku: The Miraculous Journey of Edward Tulane oleh Kate DiCamillo
    Resensi Buku: The Miraculous Journey of Edward Tulane oleh Kate DiCamillo
  • Apakah Selama Ini Aku Sombong?
    Apakah Selama Ini Aku Sombong?
  • Cookie Jar untuk Mengatasi Depresi
    Cookie Jar untuk Mengatasi Depresi

Categories

  • ABOUT LIFE 6
  • Healing 1
  • HEALTH 4
  • LIFESTYLE 11
  • MOTIVATION 10
  • REVIEW 10
  • TIPS 14
  • TRAVEL 1

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blog Archive

Labels

ABOUT LIFE Healing HEALTH LIFESTYLE MOTIVATION REVIEW TIPS TRAVEL

Translate

POPULAR POSTS

  • Pengalaman dan Review Klaim Garansi Laptop HP 14-ck0132tu - Keyboard Bermasalah
  • Apakah Selama Ini Aku Sombong?
  • Menyusun Puzzle dengan Benar untuk Melanjutkan Hidup
  • Pengalaman Tes TOEFL ITP di IES Foundation Jakarta
  • Resensi Buku: Tuck Everlasting oleh Natalie Babbitt
Protected by Copyscape
  • HOME
  • Tentang Amelia & Haisimo Blog
  • CONTACT
  • SITEMAP

thanks for visiting me

Copyright © Haisimo | Simple and Modest Life. Designed by OddThemes